Kamis, 24 Juni 2010

Rubaiyat Langit dan Hujan

kau sedikit sekali kusimpan dalam kenangan.
apakah cinta harus memiliki banyak ingatan?
bukankah sebongkah awan
sudah cukup mencucurkan hujan?

kita bersisian tak memberi sela untuk udara
"aku rindu jadi sengaja mimpi kuciptakan.
kita disana. tapi bila kau sendirian saja
lihatlah, rintik hujan masih bertahan."

rindu hujan tak terlihat dimana dasarnya
langit: "bila terlalu dalam nanti kau menangis"
diam-diam hujan menghimpun desis gerimis
yang bergelayutan di ujung harum hio sua.

"tidakkah kau mencintaiku?"
hujan tak berharap langit mengiyakan
hujan hanya ingin mencium pelupuknya
ketika dipandang begitu mesra

aku ingin memujamu seperti hujan
menurutmu, "jangan"
hujan adalah tangis langit.
tetap basah ketika kemarau yang sulit.

apakah yang paling penting bila hujan reda?
sorak kanak-kanak bermain bola dan sepeda
tidak. pergilah ke pekarangan dan tengok saja
hatiku dibasahi cinta. warnanya seperti apa?

aku tak menyukai langit karena bulan begitu jauh.
aku mencintai bintang-bintang di mata yang teduh,
"bagaimana kita menyeimbangkannya? aku bukan langit,"
begitulah, bisikmu, "aku kabut di kaki bukit."

tiba-tiba gelombang hujan mendesing.
kata dan suara memburu ledakan cahaya.
burung kecil berlomba dengan pesawat udara.
aneh... mereka sama sekali tidak bising.

"aku tulis 9 rubaiyat untukmu." hampir usai,
tetapi langit belum terang sehabis hujan.
jika begitu langitkah? hujankah? oh, bukan.
jangan sembilan! ini rubaiyat yang tak selesai...
 

Template by Best Web Hosting