Selasa, 07 Agustus 2012

Sastra

Pemerintah baru mulai menyuarakan gemar membaca akhir-akhir ini. Tapi aku gemar membaca sejak 14 tahun yang lalu. Umurku 3 tahun. Dan aku gemar membaca. Hmmm bukan gemar membaca deng. Gemar melihat gambar, lalu jatuh cinta pada huruf.

Umur 4 tahun. Aku gemar membaca rangkaian huruf yang terdapat di dalam buku bergambar. Aku marah kalau sepupuku meminjam bukuku.

Umur 5 tahun. Aku suka membaca buku yang gambarnya sedikit. Buku pertama yang ku baca, buku paling istimewa. Ani takut dokter gigi. Berkat buku itu, aku jadi suka dokter gigi. Aku suka permen. Dan tiap bulan ke dokter gigi.

Umur 6 tahun. Aku suka ke Perpustakaan. Bukunya banyak. Berwarna. Bergambar. Hurufnya banyak. Rasanya seperti jatuh cinta kalau masuk ke Perpustakaan. Ah... Kamu tau rasanya kan?

Umur 10 tahun. Aku mulai baca teenlit. WOW. Ceritanya WOW. Aku suka. Dan aku mau jadi tokoh utamanya.

Umur 10,5 tahun. Aku makin jatuh cinta pada alfabet. A sampai Z. Aku selalu ingin merangkainya menjadi kata, kalimat, paragraf dan cerita yang utuh. Aku suka.

Umur 11 tahun. Aku belajar huruf. Merangkai dengan baik. Dan aku jadi kenal kamu. Sastra.

Umur 11,5 tahun. Halo kehidupan remaja. Hari-hari terasa mengasyikan untuk dirangkai jadi kata perkata. Tapi aku belum menemukan kesenangan yang dulu. Entah kenapa Sastra jadi memuakkan. Aku bosan. 10 tahun hanya mempelajari kata itu-itu saja.

Umur 12 tahun. Aku suka lagu. Aku suka lagu barat. Kata-katanya lebih bermakna daripada dari tanah air sendiri. Dan aku mulai suka..... bahasa Inggris.

Umur 13 tahun. Aku rasa aku jatuh cinta lagi. Aku mulai menulis alfabet A sampai Z. Tapi bukan A sampai Z yang dulu. Sekarang berbahasa lain. Bahasa Inggris. Tahun ini aku juga belajar bahasa Jepang. Tapi aku sukanya Inggris.

Umur 14 tahun. Kehidupan terasa lebih asyik untuk dijalani daripada untuk di tulis. Aku bosan dengan Sastra. Aku ingin menjalani hidup yang lebih bebas. Tanpa tulisan.

Umur 17 tahun. Kacau. Buram. Suram. Hancur. Aku putus dengan Sastra Inggris. Aku tidak bisa merajut hari-hari dengan Sastra Inggris. Mimpiku sudah tamat. Aku tetap suka Sastra. Tapi aku tidak mahir merangkai kata dengan bahasa tanah airku. Tensesku kacau kalau berbahasa Indonesia. Lama meninggalkan Sastra Indonesia membuatku iri. Orang-orang banyak berkicau di Twitter dengan bangganya, mengicaukan Sastra Indonesia. Aku ingin seperti mereka. Banyak kata yang ingin aku rangkai dari bahasa Indonesia. Tapi aku harus memulai dari nol lagi.

Ah... aku tidak mau mengulang dari umur 13 tahun lagi.
 

Template by Best Web Hosting