Hari ini kamu tersenyum.
Tapi aku tidak bisa ikut tersenyum.
Kamu lupa mengajakku ikut serta.
Hari yang membuatku sedih adalah hari ketika kamu memberikan senyummu pada perempuan lain.
Hari yang membuatku sedih adalah hari ketika kamu tiba-tiba pergi bersama perempuan lain.
Baiklah aku baru saja berbohong, aku tidak se-drama itu.
Sebenarnya bukan melihatmu pergi bersamanya yang membuatku bersedih.
Aku sedih karena kamu tidak memberitahuku
bahwa kamu tengah melewati perjalanan yang bahagia—tak peduli itu dengan siapa.
Ya, sesederhana itulah sayangku.
Aku tidak peduli dengan siapa pun kamu pergi,
atau dengan siapa pun kamu ber-foto sambil tersenyum lebar.
Aku mempercayaimu sepenuhnya.
Aku hanya merasa tidak kebagian cerita bahagiamu
—sedang setiap kali kamu kesulitan, aku selalu ada di sini.
Iya, aku pasti akan mudah lupa. Aku akan lupa bahwa kamu pernah tidak bercerita.
Dan semua akan kembali baik. Tapi pertanyaanku yang tak pernah terjawab itu ternyata menggelembung tanpa kusadari di ruang hatiku. Hingga ada di
suatu ketika mereka meledak dan menghancurkan isinya.
Tanpa bisa
kuprediksi aku tiba-tiba merasa cukup dengan ini semua.
Rasa cukup itu datang seperti gempa.
Menggoyahkan segalanya, kepercayaan, harapan, pun berhasil menjatuhkan stoples
sayang yang selama ini aku letakkan di atas lemari janjiku.
Stoplesnya pecah.
Iya, aku sayang padamu. Mungkin sangat sayang padamu. Atau bahkan sangat-
sangat sayang padamu. Tapi aku tidak berdiri di sisimu untuk melihatmu dengan
mudahnya melupakanku ketika kamu bahagia.
Bukankah itu agak keterlaluan?
Aku bahkan sangat sedih ketika membiarkan diriku memikirkannya lebih dari 2 menit.
Seperti ketika aku kembali memikirkannya sambil menulis paragraf ini.
Bukan, bukan aku hitung menghitung soal apa yang penah kuberi.
Aku bahkan sudah lupa apa saja yang pernah aku berikan.
Aku punya perasaan di dalam hatiku, aku harap kamu tidak lupa itu.
Aku tahu kamu selalu mampu bahagia tanpaku.
Tentu saja kamu boleh merindukanku. Bercerita padaku bila kamu ingin.
Kita selalu baik-baik saja. Kita hanya tidak seperti dulu lagi.
- Falafu
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar